IDEALISTIS ATAU KOMPROMISTIS?
IDEALISTIS
ATAU KOMPROMISTIS?
Deus
Providebit, kembali lagi untuk membaca refleksi pribadi di blog ini yang
sekadar membagikan hasil pemikiran “berbeda”.
Judul
tulisan ini “Idealis Atau Kompromistis?”, merujuk kepada sebuah pengalaman yang
dialami selama bertahun-tahun mengarungi proses kehidupan baik dalam kehidupan
pribadi maupun dalam kehidupan pekerjaan.
Idealistis
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya (a) berwatak seorang idealis; bersifat menuju cita-cita: sikap hidupnya
yang – menyebabkan ia tidak mudah menyerah pada rintangan.
Maka
berdasarkan arti tersebut, bisa kita simpulkan sementara bahwa seseorang yang
idealistis akan berusaha mewujudkan cita-citanya dan tidak mudah menyerah pada
rintangan. Dia akan berusaha untuk mencapai “kesempurnaan” sesuai yang
dicita-citakan tersebut. Sangat positif sekali yang termasuk idealistis ini,
setidaknya dia mau berusaha, berjuang, dengan segala cara, meraih keinginan,
tanpa menyerah, pada situasi apapun. Apakah anda termasuk dalam kelompok
idealistis? Lalu bagaimana dengan yang kompromistis?
Kompromistis
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya (a) bersifat kompromi; berlaku sebagai orang kompromis.
Maka
berdasarkan arti tersebut, bisa kita simpulkan sementara bahwa seseorang yang
kompromistis akan mengkompromikan segala sesuatu, mengakomodir banyak hal dalam
mencapai cita-citanya tentu dengan segala hal yang ada. Dia akan berusaha untuk
meraih keinginannya namun masih berusaha berkompromi jika ada hal-hal yang
terjadi dalam meraih keinginannya itu. Seolah-olah seperti seseorang yang
“kurang” gigih dalam meraih cita-cita bukan karena kompromi-kompromi yang dia
lakukan? Namun tentu saja kita bisa melihat ada hal positif juga karena dia mau
berusaha, mau mendengarkan, melihat serta mempertimbangkan, dengan cermat,
untuk meraih keinginannya. Apakah anda termasuk dalam kelompok kompromistis?
Tentu,
yang saya tampilkan dalam pengertian sederhana diatas mungkin ada yang akan
mengatakan ngawur, namun bagi saya sekali lagi hanya ingin memberikan refleksi
yang berbeda untuk bisa kita baca dan renungkan bersama.
Kembali
lagi dalam pembahasan makna tulisan ini, “Idealistis Atau Kompromistis?” akan
kita temukan juga hal-hal negatif dalam penerapan kedua hal ini. Mereka yang
idealistis akan terkesan kaku, menghalalkan segala cara, egois, mau menang
sendiri bahkan menjatuhkan satu sama lain. Begitu pula halnya dengan mereka
yang kompromistis akan terkesan mencla-mencle, tidak ada pendirian, lama,
kurang efisien, selalu mengalah, tidak fokus bahkan (bisa saja) selalu
disalahkan. Apakah kita menyadari hal itu?
Saya
bukanlah seorang ahli psikologi yang bisa mengerti dan memahami watak, karakter
juga sifat manusia dalam hidupnya namun paling tidak saya mengajak pembaca
untuk bisa melihat kedua hal tersebut yang bisa kita refleksikan. Menurut
pengalaman saya, banyak diantara kita yang menjadi idealistis, bahwa semua hal
yang sudah kita cita-citakan dan inginkan maka harus terwujud sehingga kita
menjadi puas dengan keberhasilan itu. Kalau bisa semua yang sudah kita rencanakan
harus sesuai dengan keinginan kita, sebisa mungkin, bagaimanapun caranya tidak
ada yang boleh terlewatkan ataupun gagal. Lalu jika semua hal tersebut tidak
bisa kita capai atau minimal tidak sesuai dengan yang kita inginkan, apa yang
akan kita lakukan? Marah-marah? Kecewa? Menyalahkan pihak lain?
Berarti,
kita akan masuk sebuah fase yang dinamakan kompromistis. Maksudnya bahwa kita
semua sudah merencakan juga menyiapkan segala hal untuk meraih keinginan atau
cita-cita tersebut namun kita juga harus siap dengan sikap kompromi atau paling
tidak rencana cadangan jika ada sesuatu yang memang tidak bisa kita lawan dalam
mewujudkan keinginan kita itu.
Terdengar
naif? Mungkin iya tapi disini saya ingin mengajak anda berpikir sederhana saja
bahwa tidak ada kesempurnaan mutlak atau bahasa lainnya bahwa kesempurnaan
hanya milik Allah SWT. Maka menjadi seorang yang kompromistis tidaklah salah
ataupun keliru jika memang kita bisa memahami situasi yang terjadi dalam
mewujudkan keinginan kita itu.
Misalnya
dalam pekerjaan, anda sudah merencanakan akan membuat tim kerja yang solid,
orang-orang sudah anda pilih secara cermat, langkah pekerjaan sudah disiapkan,
skema pembagian tugas pun sudah anda siapkan lalu anda akan mencapai tujuan
akhir dalam waktu 2 minggu saja. Terlihat sempurna sekali bukan? Lalu jika
berhasil anda akan mendapat pujian, penilaian baik dari atasan dan rekan-rekan
kerja anda akan respek kepada anda sebagai seorang pemimpin. Ternyata, saat
anda mulai bekerja dengan semua persiapan tersebut, ada pandemi covid-19, lalu
semua diminta bekerja dari rumah, anak buah anda ada yang terinfeksi covid-19
sehingga harus dikarantina, ada yang orang tuanya meninggal di kampung halaman
sehingga harus pulang kampung, pengiriman barang ditunda karena lockdown dan akhirnya target tidak
terpenuhi lalu tujuan akhir menjadi tidak tercapai.
Maka,
kembali lagi bahwa kita harus siap dengan semua rencana cadangan atau dengan
kata lain bersikap kompromistis. Ini tidaklah salah namun harus kita coba untuk
pikirkan bersama-sama, dengan kata lain, mempunyai tujuan akhir atau keinginan
atau cita-cita yang sama namun lebih bijak untuk mempertimbangkan jika ada satu
dan lain hal yang mungkin bisa menghalangi rencana tersebut. Sifat kompromistis
ini juga mafhum dilakukan para pebisnis saat mereka mengalami kebuntuan dalam
berbisnis, bahkan dalam masa pandemi covid-19 seperti sekarang ini banyak
pebisnis yang akhirnya berkompromi dengan situasi pasar agar mereka tetap bisa
berusaha namun menyesuaikan dengan keadaan masyarakat. Misalnya banyak pedagang
yang akhirnya menggalakkan penjualan secara online
karena kebijakan pembatasan interaksi fisik secara langsung dan hasilnya cukup
menjanjikan. Setidaknya para pedagang tersebut masih mampu untuk memutar roda
usahanya meski kita tahu tidak semua pedagang bisa bertahan.
Bersikap
idealistis perlu, bahkan itu bagus untuk melatih kita memiliki tujuan yang
jelas dalam meraih cita-cita namun perlu diingat juga bahwa segala sesuatu bisa
berubah dengan sangat cepat sehingga kita bisa bersikap kompromistis untuk
tetap meraih cita-cita tersebut dengan penyesuaian-penyesuaian. Apakah salah?
Bukan sekadar salah atau benar, namun memang kita harus siap akan kondisi
tersebut apalagi dengan kondisi sekarang yang tidak menentu. Menurut Claudio Acquaviva,
seorang Jesuit (imam atau pastur Katolik ordo Serikat Jesus) abad ke 16 dalam
tulisannya Industriae ad curandoes animae
morbos (Curing The Illnesses of the Soul) bahwa menyampaikan pesan kepada
orang lain, kuat secara isi namun lembut secara cara atau diistilahkan oleh
beliau sebagai fortiter in re, suaviter
in modo. Hal itu bisa juga kita
terapkan dalam diri kita pribadi bahwa dalam mencapai tujuan atau cita-cita
atau keinginan apapun, kita idealistis untuk mencapainya namun kita juga
harus lembut atau fleksibel atau kompromistis dalam cara meraihnya.
Sudah
sejauh mana kita bisa melakukannya dalam hidup kita masing-masing? Masihkah
kita hanya bersifat idealistis saja tanpa pernah melihat, mempertimbangkan,
mengukur situasi yang terjadi? Ataukah kita akan bersifat kompromistis dalam
meraih tujuan kita dengan mencoba fleksibel terhadap semua cara yang ada? Semua
saya kembalikan kepada anda untuk bisa kita refleksikan bersama-sama, tidak
salah menjadi seorang yang idealistis namun harus dipahami juga bahwa ada hal-hal
yang perlu dikompromikan bersama-sama tanpa mengurangi cita-cita anda tersebut.
Idealis atau kompromistis? Fortiter in
re, suaviter in modo. Terima kasih dan Deus Providebit.
Bekasi,
H+1 Sesudah Yesus Naik Ke Surga
@ant_gindo
👏👏👏
BalasHapus